Sabtu, 13 Juli 2013

Dua Sajak yang Mendua



Dua Hal Berbeda

Aku dan gerimis
adalah dua hal berbeda
yang mencintai setiap helai rambutmu

Aku dan rembulan
adalah dua hal berbeda
yang berharap terjatuh dalam kolam matamu

Aku dan gigil udara
adalah dua hal berbeda
yang ingin menikahi segenap dekapanmu

Manado, Juli 2013


"Selamat datang," sambut Gunung Lokon seraya menyemburkan abu. (Sumber: Syam Terrajana)

Di Antara Dua Kota yang Dingin

/1/
Di antara dua kota yang dingin ini ada jalan menanjak
yang tumbuh dari kaki-kaki dosa, menuju pucuk-pucuk doa
Di antara dua kota yang dingin ini ada alasan menapak
Bagi panji dan kidung puji-puja para pemuda gereja

Lewat aroma nasi bulu yang tertatih memanjat ke angkasa
Pokok-pokok enau dan cengkeh merapal pesan
berharap terucap segala yang ingin diucapkan

Sepertinya, aku telah melewati makam sang padri
yang dahulu mangkat bersama ayat-ayat sepi di tempat ini

Rumah-rumah panggung tanpa tonggak yang tetap
kolongnya adalah tempat tinggal para peratap
Tak ada ruang singgah bagi siapa yang lalu
di jalan menanjak antara dua kota ini.

/2/
Di antara dua kota yang dingin ini
Kita akan sulit membedakan, mana tetes-tetes gerimis
dan mana bulir-bulir abu gunung vulkanis
Pada akhirnya mereka akan menyatu dan menempel
di tapak-tapak besi kuda-kuda penarik bendi

Sementara aku ditarik naluri
mencarimu saat kota dan Gunung Lokon saling membaui

Wangi yang bukan wangi tubuhmu
Menguar dari rumah-rumah makan yang mencintai rasa lapar
Menyebar dari toko-toko bunga yang mencintai hati gemetar

Di bagian mana dari kota ini aku bisa menemuimu?
Bagian mana dari dirimu yang bisa kutemukan di kota ini?

/3/
Di antara dua kota yang dingin ini
bunga-bunga tak akan pernah tumbuh sendiri
Meski langit membelah Danau Linau jadi kepingan warna-warni.

Tomohon-Tondano, Juli 2013

Aku dan Danau Linau (Sumber: Hasrul Eka Putra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar